FASE
FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Antropologi
Dosen
Pengampu : Dr.Hj. Misbah zulfa Elizabet, M.Hum
Disusun
Oleh :
Elya
Sukmawati ( 1501046032 )
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Antropologi
adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan
antropologi tetap penting ibicarakan kebanyakan antropog sependapat bahwah antropologi muncul sebagai cabang
keilmuan yang jelas pada semua manusia pertengahan abad kesembilan belas, tak
kala perhatian pada evollusi manusia berkembang. Setiap antropolog dan ahli
sejarah memiliki alasan sendiri-sendiri untuk menentukan kapa antrologi
dimulai. Dari sudut pandang “sejarah
gagasan”, tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani, sejarah Arab Kuno,
peziarah Eropa kuno,maupun masa renaisan, dan filsuf , ahli hukum dan berbagai
imuan dari Eropa, semuanya bisa
dianggap pendorong bagi
dibangunya tradisi antropologi.[1]
Sebagai contoh, Alan Bernand ( 2000) berpendapat bahwa
kelahiran antropologi adalah ketika konsep “kontrak sosial” lahir, dan persepsi mengenai hakikat manusia,
masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari “kontrak sosial” tersebiut. Gagasan ini dalam beberapa hal adalah pelopor
dari teori evolusi.[2]
Maka pada makalh ini, kami akan
mencoba membahas Fase Sejarah Perkembangan Antropologi baik ciri sosial
maupun keilmuan.
II.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
perkembangan antropologi sebelum abad ke-19?
2. Bagaimana
perkembangan antropologi pertengahan abad ke-19?
3. Bagaimana
perkembangan antropologi abad ke-20?
4. Bagaimana
perkembangan antropologi setelah tahun 1930an?
PEMBAHASAN
Dalam disiplin ilmu Antropologi merupakan
produk peradaban barat yang relatif baru. Dalam sejarah lahirnya, perkembangan
ilmu tersebut melalui suatu tahapan panjang. Koentjaningrat ( 1987 ) merupakan
bahwa keberadaan lembaga-lembaga etnologi merupakan awal lahirnya antropologi.
Lembaga Societe Etnologuque yang
didirikan di Paris tahun 1839 oleh cendikiawan M. Edwards, merupakan lembaga
yang dapat dikatakan merupakan cikal bakal munculnya disiplin ilmu Antropologi.
Di London terdapat The Etnological Sosiety yang didirikan oleh seorang tokoh anti
perbudakan T. Hodgking. Tujuan didirikan lembaga ini adalah menjadi pusat
pengumpulan data dan studi bahan-bahan etnografi yang berasal dari berbagai
kebudayaan di dunia tahun 1847. Di
Amerika Serikat, etnologi di akui secara resmi dengan dibukanya Departemen
of Archeology and Ethnology di
Universitas Harvard pada tahun 1888. Dalam perkembangannya, lembaga etnologi di
Amerika tersebut terdesak oleh istilah antropologi sebagai ilmu tentang manusia
dalam segala aspeknya, baik fisik maupun buayanya dari manusia pada masa dahulu
hingga masa kini ( koentjaningrat 1987).
Frans Boas berpendapat bahwa
pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan
mendesak unsur-unsur lama kearah pinggir sekeliling daerah pusat . boas pun
telah meletakan suatu kosepsi dasar yang sampi sekarang diikuti oleh hampir
semua Universitas di Ameirka yaitu kesatuan dari semua ilmu tentang manusia dan
kebudayannya.[3]
Studi yang mendetail
tentang adat-istiadat dan tempatnya dalam kebudayaan global suku bangsa yang
mempraktikannya, dan digabungkan dengan penelitian yang mengarah pada pembagian (persebaran) geografis di
antara suku-suku bangsa tetangganya di satu sisi memungkinkan penyebab-penyebab
hstoris yang mengantarkan pada pembentukan, sedangan disisi lain menentukan
proses-proses psikis yang memungkinkan terjadi.[4]
Sejarah perkembangan
Antropologi menurut koentjaningrat (1996 : 1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase
pertama (sebelum abad ke-19)
Kedatangan bangsa Eropa Barat ke benua Afrika,Asia
dan Amerika selama empat abad (sejak abad ke-15 hingga permulaan abad ke-16)
membawa pengarug bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan
dengan itu mulai terkumpul tulisan buah tangan para musafir, pelaut pendeta penyiar agama Nasrani, penerjemahan
Kitab Injil, dan pegawai pemerintah jajahan dalam bentuk kisah perjalanan,
laporan dan sebagainya.dalam buku-buku tersebut terdapat bebagai pengetahuan
berupa deskripsi tentang adat istiadat, susunan masyarakat, dan ciri fisik dari
beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia, Oseania(yaitu kepulauan di lautan
teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk pribumi Amerika. Bahan diskripsi itu
(disebut “etnografi” dari kata ethos=bangsa)
sangat menarikkarena berbeda bagi bangsa Eropa Barat kala itu. Akan tetapi,
diskripsi tersebut seringkali tidak jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya
memperhatikan hal-hal yang tampak aneh bagi mereka. Selain itu ada pula tulisan
yang baik dan teliti. Dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul
tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseannia, dan orang-orang Indian di
Amerika yaitu:
1. Ada
yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itubukan manusia sebenarnya, melainkan
mereka manusia liar, keturunan iblis dan lain sebagainya. Dengan demikian
timbul istilah-istilah seperti Savages dan
primitives untuk menyebut
bangsa-bangsa tadi.
2. Ada
yang berpandangan bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari
masyarakat yang masih murni, belum mengenal kajahatan dan keburukan yang ada
dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
3. Ada
yang tertarik akan adat istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda
kebudayaan dari suku-suku bangsa Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika Pribumi
kumpulan-kumpulan itu dihimpum menjadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum
dengan demikian timbul musium-musium pertama tentang kebudayaan-kebudayaan
bangsa-bangsa di luar Eropa[5]
Pada permulaan abad ke-19 terhadap himpunan
pengetahuan tentang masyarakat, adat istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa
di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya
sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahwa etnografi tadi menjadi satu.
b. Fase
Kedua (Kira-Kira Pertengahan Abad ke-19)
Integrasi yang
sungguh-sungguh baru, timbul pada abad ke-19. karangan-karang etnografi
tersebut tersusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Secara singkat,
cara berpikir itu dapat dirumuskan sebagai: Masyarakat dan kebudayaan manusia
telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam waktu beribu-ribu tahun
lamanya, dari tingkatan-tingkatan rendah, sampai tingkatan-tingkatan tertinggi.
Bentu masyarakat dan kebudayaan manusia yang tertinggi itu adalah bentuk masyarakat
dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua bentuk
masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Erpoa (oleh orang Eropa
disebut primitive) dianggap sebagai
contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang hidup sampai sekarang sebagi
sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan cara berpikir
tersebut, maka semua bangsa didunia dapat digolongkan menurut berbagai tingkat
evolusi itu.
Dengan timbulnya
beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang klasifikasikan bahan tentang beragam
kebudayaan diseluruh dunia kedalam tingkat-tingkat evolusi tertentu, maka
timbulah ilmu antropologi.
Kemudian timbul pula
beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa dimuka bumi. Disinipun kebudayaan
bangsa-bangsa diluar eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh
dari kebudayaan manusia –manusia yangkuno sehingga dengan meneliti kebudayaan
bangsa-bangsa diluar eropa itu orang dapat menambah pengetahuan tentang sejarah
penyebaran kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam
fase perkembanganya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang
akademika, dengan tujuan yang dapat dirumusakan sebagai berikut : mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif
dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno
dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
c. Fase
ketiga ( Awal Abad ke 20 )
Pada awal abad ke-20
sebagain besar negara penjajah dieropa berhasil memantapkan kekuasaanya
didaerah jajahan mereka. Sebagi ilmu yang mempelajari bangsa-bangsa bukan eropa, antropologi menjadi kian penting
bagi bangsa-bangsa eropa dalam menghadapi bangsa-bangsa yang mereka jajah. Disamping
itu mulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa bukan eropa itu makin
penting karena masyarakat bangsa-bangsa itu pada umumnya belum sekomleks
bangsa-bangsa eropa, dan pengertian mengenai masyarakat yang tidak kompleks
dapat menambah pengertian masyarakat yang komleks.
Ilmu itu terutama
berkembang disuatu negara yang paling luas daerah jajahanya, yaitu inggris,
tetapi juga hampir disemua negara kolonialn lainya. Amerika serikat yang bukan
negara kolonial tetapi yang telah mengalami berbagai masalah dengan penduduk
pribuminya, yaitu suku-suku bangsa indian, juga terpengaruh dengan ilmu-ilmu
yang baru itu.
Dalam fase ke tiga ini
antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis yang tujuanya adalah mempelajari
masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa diluar eropa guna kepentingan pemerintah
kolonial dan guna mendapat pengertian tentang masyarakat modern yang bersifat
kompleks.[6]
d. Fase
ke-empat ( Setelah tahun 1930an )
Dalam fase ini
antropologi berkembang sangat luas, baik dalam hal ketelitian bahan
pengetahuannya maupun ketajamannya metode-metode ilmiahnya. Disamping itu,
ketidak senangan terhadap kolonialisme dan gejala makin berkurangnya
bangsa-bangsa primitif ( yakni bangsa-bansa asli yang terkucil dari pengaruh
kebudayaan eropa-Amerika ) setelah perang dunia II, menyebabkan bahwa antropologi
kemudian seakan-akan kehilangan lapangan, dan terdorong untuk mengembangkan
lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang berbeda. Warisan dari
fase-fase perkembangannya yang semula ( fase pertama, kedua, dan ketiga ) yang
berupa bahan etnografi serta digunakan sebagai landasan bagi perkembangannya
yang baru. Perkembangan itu terutama terjadi di universitas-universitas Amerika
Serikat, dan setelah tahun 1951 menjadi umum di negara-negara lain, etika 60
orang tokoh antropologi dari berbagai negara Amerika dan Eropa (termasuk
tokoh-tokoh dari Uni soviet pada waktu itu ) mengadakan simposium internasional
guna meninjau serta merumuskan pokok tujuan maupun ruang lingkup antropologi.
Pokok atau sasaran
penelitian para ahli antropologi sudah sejak tahun 1930 bukan lagi suku-suku
bangsa primitif bukan eropa lagi, melainkan telah beralih kepada penduduk
pedesaan pada umumnya, baik mengenai kanekaragaman fisiknya, masyarakatnya,
maupun kebudayaannya. Juga suku-suku bangsa daerah pedesaan eropa dan Amerika (
misalnya suku-suku bangsa secami, flam, lapp, albania, dan irlandia di eropa,
serta masyarakat middeltown dan jonesville di Amerika ) menjadi sasaran
penelitian mereka.
Antropologi
gaya baru ini dalam fase perkembangannya yang k empat ini mempunyai dua tujuan
yaitu (1) tujuan akademis dan (2) tujuan praktis. Tujuan akademisnya adalah
untuk mencpai pengertian tntang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari
berbagai bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya. Karena dalam
kenyataan antropologi umumnya mempelajari masyarakat suku bangsa, maka tujuan
praktisnya adalah mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
PENUTUP
A. Simpulan
Antropologi sebagai
ilmu telah melalui beberapa tahapan perkembangan. Diawali dengan perhatian para
musyafir terhadap masyarakat diluar eropa, kemudian menjadi kecenderuangan untuk mengumpulkan kisah-kisah
mengenai kehidupan masyarakat diluar eropa dan mereka kunjungi. Data mengenai
masyarakat luar eropa tersebut menjadi
problem akademik ketika dengan bersentuhan tradisi filsafat positifistik pada
awal abad ke-19. Persentuhan itulah yang menjadikan antropologi sebagai ilmu
sebagai akademik, dan hingga sekarang antropologi sebagai ilmu terus menerus
mengalami perkembangan, baik secara akademik maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth, Misbah
Zulfa, Antropologi Kajian dan Kajianya,
Semarang:Karya Abadi Jaya, 2015.
Strauss, Claude Levi, Antropologi Struktual, Bantul: Kreasi Wacana, 2005.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta :
Rineka Cipta, 2005.
Koentjaraningrat, Pengantar
Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2005
[1]Misbah
Zulfa Elisaeth, Antropologi kajian budaya
dan kajianya, ( Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015 ), hlm. 18
[2] Ibid,
hlm. 18
[3] Misbah
Zulfa Elisaeth, Antropologi kajian budaya
dan kajianya, ( Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015 ), hlm. 21-24
[4] Claude
levi strauss, Antropologi Struktural, (Bantul
: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 11
[5]Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, (jakarta
: Rineka Cipta), hlm. 1-2
[6] Koentjaraningrat,
Pengantar Antropogi, ( jakarta : rineka cipta) hlm 03
Your Affiliate Money Making Machine is waiting -
BalasHapusAnd making money online using it is as easy as 1 . 2 . 3!
Here is how it works...
STEP 1. Tell the system what affiliate products the system will promote
STEP 2. Add some PUSH BUTTON TRAFFIC (this ONLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the affiliate system explode your list and sell your affiliate products all on it's own!
Are you ready to make money ONLINE?
Check it out here