Kamis, 15 Desember 2016

makalah antropologi

                                                       

FASE FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Antropologi
Dosen Pengampu : Dr.Hj. Misbah zulfa Elizabet, M.Hum
Disusun Oleh :
Elya Sukmawati ( 1501046032 )



PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015




PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Antropologi adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan antropologi tetap penting ibicarakan kebanyakan antropog sependapat  bahwah antropologi muncul sebagai cabang keilmuan yang jelas pada semua manusia pertengahan abad kesembilan belas, tak kala perhatian pada evollusi manusia berkembang. Setiap antropolog dan ahli sejarah memiliki alasan sendiri-sendiri untuk menentukan kapa antrologi dimulai. Dari sudut pandang  “sejarah gagasan”, tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani, sejarah Arab Kuno, peziarah Eropa kuno,maupun masa renaisan, dan filsuf , ahli hukum dan berbagai imuan dari Eropa, semuanya bisa  dianggap  pendorong bagi dibangunya tradisi antropologi.[1]
            Sebagai contoh,  Alan Bernand ( 2000) berpendapat bahwa kelahiran antropologi adalah ketika konsep “kontrak sosial”  lahir, dan persepsi mengenai hakikat manusia, masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari  “kontrak sosial” tersebiut.  Gagasan ini dalam beberapa hal adalah pelopor dari teori evolusi.[2]
            Maka pada makalh ini, kami akan mencoba membahas Fase Sejarah  Perkembangan Antropologi baik ciri sosial maupun keilmuan.

II.                Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan antropologi sebelum abad ke-19?
2.      Bagaimana perkembangan antropologi pertengahan abad ke-19?
3.      Bagaimana perkembangan antropologi abad ke-20?
4.      Bagaimana perkembangan antropologi setelah tahun 1930an?



                                PEMBAHASAN

      Dalam disiplin ilmu Antropologi merupakan produk peradaban barat yang relatif baru. Dalam sejarah lahirnya, perkembangan ilmu tersebut melalui suatu tahapan panjang. Koentjaningrat ( 1987 ) merupakan bahwa keberadaan lembaga-lembaga etnologi merupakan awal lahirnya antropologi. Lembaga Societe Etnologuque yang didirikan di Paris tahun 1839 oleh cendikiawan M. Edwards, merupakan lembaga yang dapat dikatakan merupakan cikal bakal munculnya disiplin ilmu Antropologi.
Di London terdapat The Etnological Sosiety  yang didirikan oleh seorang tokoh anti perbudakan T. Hodgking. Tujuan didirikan lembaga ini adalah menjadi pusat pengumpulan data dan studi bahan-bahan etnografi yang berasal dari berbagai kebudayaan di dunia tahun 1847.  Di Amerika Serikat, etnologi di akui secara resmi dengan dibukanya Departemen of  Archeology and Ethnology di Universitas Harvard pada tahun 1888. Dalam perkembangannya, lembaga etnologi di Amerika tersebut terdesak oleh istilah antropologi sebagai ilmu tentang manusia dalam segala aspeknya, baik fisik maupun buayanya dari manusia pada masa dahulu hingga masa kini ( koentjaningrat 1987).
Frans Boas berpendapat bahwa pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsur-unsur lama kearah pinggir sekeliling daerah pusat . boas pun telah meletakan suatu kosepsi dasar yang sampi sekarang diikuti oleh hampir semua Universitas di Ameirka yaitu kesatuan dari semua ilmu tentang manusia dan kebudayannya.[3]
Studi yang mendetail tentang adat-istiadat dan tempatnya dalam kebudayaan global suku bangsa yang mempraktikannya, dan digabungkan dengan penelitian yang mengarah  pada pembagian (persebaran) geografis di antara suku-suku bangsa tetangganya di satu sisi memungkinkan penyebab-penyebab hstoris yang mengantarkan pada pembentukan, sedangan disisi lain menentukan proses-proses psikis yang memungkinkan terjadi.[4]

Sejarah perkembangan Antropologi menurut koentjaningrat (1996 : 1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:
a.       Fase pertama (sebelum abad ke-19)
Kedatangan bangsa Eropa Barat ke benua Afrika,Asia dan Amerika selama empat abad (sejak abad ke-15 hingga permulaan abad ke-16) membawa pengarug bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mulai terkumpul tulisan buah tangan para musafir, pelaut  pendeta penyiar agama Nasrani, penerjemahan Kitab Injil, dan pegawai pemerintah jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan dan sebagainya.dalam buku-buku tersebut terdapat bebagai pengetahuan berupa deskripsi tentang adat istiadat, susunan masyarakat, dan ciri fisik dari beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia, Oseania(yaitu kepulauan di lautan teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk pribumi Amerika. Bahan diskripsi itu (disebut “etnografi” dari kata ethos=bangsa) sangat menarikkarena berbeda bagi bangsa Eropa Barat kala itu. Akan tetapi, diskripsi tersebut seringkali tidak jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya memperhatikan hal-hal yang tampak aneh bagi mereka. Selain itu ada pula tulisan yang baik dan teliti. Dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika,  Asia, Oseannia, dan orang-orang Indian di Amerika yaitu:
1.      Ada yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itubukan manusia sebenarnya, melainkan mereka manusia liar, keturunan iblis dan lain sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-istilah seperti Savages dan primitives untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.
2.      Ada yang berpandangan bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum mengenal kajahatan dan keburukan yang ada dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
3.      Ada yang tertarik akan adat istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika Pribumi kumpulan-kumpulan itu dihimpum menjadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum dengan demikian timbul musium-musium pertama tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa[5]
Pada permulaan abad ke-19 terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat, adat istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahwa etnografi tadi menjadi satu.
b.      Fase Kedua (Kira-Kira Pertengahan Abad ke-19)
Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada abad ke-19. karangan-karang etnografi tersebut tersusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Secara singkat, cara berpikir itu dapat dirumuskan sebagai: Masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkatan-tingkatan rendah, sampai tingkatan-tingkatan tertinggi. Bentu masyarakat dan kebudayaan manusia yang tertinggi itu adalah bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua bentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Erpoa (oleh orang Eropa disebut primitive) dianggap sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang hidup sampai sekarang sebagi sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan cara berpikir tersebut, maka semua bangsa didunia dapat digolongkan menurut berbagai tingkat evolusi itu.
Dengan timbulnya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang klasifikasikan bahan tentang beragam kebudayaan diseluruh dunia kedalam tingkat-tingkat evolusi tertentu, maka timbulah ilmu antropologi.
Kemudian timbul pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa dimuka bumi. Disinipun kebudayaan bangsa-bangsa diluar eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia –manusia yangkuno sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa diluar eropa itu orang dapat menambah pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam fase perkembanganya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademika, dengan tujuan yang dapat dirumusakan sebagai berikut : mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.


c.       Fase ketiga  ( Awal Abad ke 20 )
Pada awal abad ke-20 sebagain besar negara penjajah dieropa berhasil memantapkan kekuasaanya didaerah jajahan mereka. Sebagi ilmu yang mempelajari bangsa-bangsa  bukan eropa, antropologi menjadi kian penting bagi bangsa-bangsa eropa dalam menghadapi bangsa-bangsa yang mereka jajah. Disamping itu mulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa bukan eropa itu makin penting karena masyarakat bangsa-bangsa itu pada umumnya belum sekomleks bangsa-bangsa eropa, dan pengertian mengenai masyarakat yang tidak kompleks dapat menambah pengertian masyarakat yang komleks.
Ilmu itu terutama berkembang disuatu negara yang paling luas daerah jajahanya, yaitu inggris, tetapi juga hampir disemua negara kolonialn lainya. Amerika serikat yang bukan negara kolonial tetapi yang telah mengalami berbagai masalah dengan penduduk pribuminya, yaitu suku-suku bangsa indian, juga terpengaruh dengan ilmu-ilmu yang baru itu. 
Dalam fase ke tiga ini antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis yang tujuanya adalah mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa diluar eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat pengertian tentang masyarakat modern yang bersifat kompleks.[6]
d.      Fase ke-empat ( Setelah tahun 1930an )
Dalam fase ini antropologi berkembang sangat luas, baik dalam hal ketelitian bahan pengetahuannya maupun ketajamannya metode-metode ilmiahnya. Disamping itu, ketidak senangan terhadap kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitif ( yakni bangsa-bansa asli yang terkucil dari pengaruh kebudayaan eropa-Amerika ) setelah perang dunia II, menyebabkan bahwa antropologi kemudian seakan-akan kehilangan lapangan, dan terdorong untuk mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang berbeda. Warisan dari fase-fase perkembangannya yang semula ( fase pertama, kedua, dan ketiga ) yang berupa bahan etnografi serta digunakan sebagai landasan bagi perkembangannya yang baru. Perkembangan itu terutama terjadi di universitas-universitas Amerika Serikat, dan setelah tahun 1951 menjadi umum di negara-negara lain, etika 60 orang tokoh antropologi dari berbagai negara Amerika dan Eropa (termasuk tokoh-tokoh dari Uni soviet pada waktu itu ) mengadakan simposium internasional guna meninjau serta merumuskan pokok tujuan maupun ruang lingkup antropologi.
Pokok atau sasaran penelitian para ahli antropologi sudah sejak tahun 1930 bukan lagi suku-suku bangsa primitif bukan eropa lagi, melainkan telah beralih kepada penduduk pedesaan pada umumnya, baik mengenai kanekaragaman fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya. Juga suku-suku bangsa daerah pedesaan eropa dan Amerika ( misalnya suku-suku bangsa secami, flam, lapp, albania, dan irlandia di eropa, serta masyarakat middeltown dan jonesville di Amerika ) menjadi sasaran penelitian mereka.
Antropologi gaya baru ini dalam fase perkembangannya yang k empat ini mempunyai dua tujuan yaitu (1) tujuan akademis dan (2) tujuan praktis. Tujuan akademisnya adalah untuk mencpai pengertian tntang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari berbagai bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya. Karena dalam kenyataan antropologi umumnya mempelajari masyarakat suku bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.


PENUTUP
A.         Simpulan
Antropologi sebagai ilmu telah melalui beberapa tahapan perkembangan. Diawali dengan perhatian para musyafir terhadap masyarakat diluar eropa, kemudian menjadi  kecenderuangan untuk mengumpulkan kisah-kisah mengenai kehidupan masyarakat diluar eropa dan mereka kunjungi. Data mengenai masyarakat  luar eropa tersebut menjadi problem akademik ketika dengan bersentuhan tradisi filsafat positifistik pada awal abad ke-19. Persentuhan itulah yang menjadikan antropologi sebagai ilmu sebagai akademik, dan hingga sekarang antropologi sebagai ilmu terus menerus mengalami perkembangan, baik secara akademik maupun praktis.


                                                                    DAFTAR PUSTAKA

Elisabeth, Misbah Zulfa, Antropologi Kajian dan Kajianya, Semarang:Karya Abadi Jaya, 2015.
Strauss, Claude Levi, Antropologi Struktual, Bantul:  Kreasi Wacana, 2005.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
Koentjaraningrat, Pengantar  Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2005






[1]Misbah Zulfa Elisaeth, Antropologi kajian budaya dan kajianya, ( Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015 ), hlm. 18
[2] Ibid, hlm. 18
[3] Misbah Zulfa Elisaeth, Antropologi kajian budaya dan kajianya, ( Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015 ), hlm. 21-24
[4] Claude levi strauss, Antropologi Struktural, (Bantul : Kreasi Wacana, 2005), hlm. 11
[5]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (jakarta : Rineka Cipta), hlm. 1-2
[6] Koentjaraningrat, Pengantar Antropogi, ( jakarta :  rineka cipta) hlm 03

1 komentar:

  1. Your Affiliate Money Making Machine is waiting -

    And making money online using it is as easy as 1 . 2 . 3!

    Here is how it works...

    STEP 1. Tell the system what affiliate products the system will promote
    STEP 2. Add some PUSH BUTTON TRAFFIC (this ONLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the affiliate system explode your list and sell your affiliate products all on it's own!

    Are you ready to make money ONLINE?

    Check it out here

    BalasHapus